(PorosLombok.com) – Desa Rumbuk, Kecamatan Sakra, berubah menjadi lautan manusia pada Minggu sore, 7 September 2025. Kirab Pusaka digelar meriah dengan menghadirkan ratusan peninggalan bersejarah yang diwariskan turun-temurun.
Arak-arakan itu menampilkan deretan senjata sakral berupa keris, pedang, jungkit hingga tombak. Setiap benda berharga tersebut dibawa keturunan asli pemilik sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur.
Kepala Desa Rumbuk, Chairul Anwar, menilai kegiatan itu bukan sebatas tontonan. Ia menyebut, kirab merupakan cara menjaga identitas masyarakat agar tetap melekat pada generasi penerus.
“Setiap keluarga membawa warisan yang dititipkan orang tua mereka,” ujarnya.
Sebelum pawai berlangsung, seluruh pusaka melalui tahapan penyucian. Prosesi tersebut dilaksanakan dengan memandikan senjata menggunakan kembang tujuh rupa sambil dilantunkan doa-doa tertentu.
Chairul menjelaskan bahwa upacara itu tidak bisa dilakukan sembarangan. Menurutnya, pembersihan harus dilaksanakan sesuai aturan adat.
“Pusaka dimandikan di Botong Kekep, dibersihkan, lalu dikembalikan ke tangan pemilik,” katanya.
Ia menambahkan, penyucian hanya dilakukan setahun sekali pada bulan Rabiul Awal. Waktu itu dipilih karena bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi yang dianggap momen paling tepat.
“Biasanya bulan Maulid, tepatnya Rabiul Awal,” ucapnya.
Jumlah pusaka di desa tersebut disebut mencapai ratusan. Hampir seluruh keluarga menyimpannya, terutama tokoh masyarakat yang dipercaya merawat peninggalan leluhur.
“Jumlahnya banyak, hampir setiap rumah memilikinya, meski angka persisnya belum saya ketahui,” tutur Chairul.
Kirab semakin semarak dengan tabuhan Gendang Beleq yang menggema sepanjang jalan. Irama khas itu menghadirkan suasana haru sekaligus membangkitkan semangat seluruh peserta.
Peserta kirab mengenakan pakaian adat Lombok. Laki-laki dan perempuan berjalan rapi mengiringi arak-arakan sambil memperlihatkan pusaka kebanggaan mereka.
Penonton yang memadati sisi jalan menyambut kirab dengan penuh antusias. Kehadiran mereka menjadi bukti bahwa tradisi tersebut tetap hidup dan dicintai masyarakat Lombok Timur hingga kini.
(*/porosLombok)