close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

26.2 C
Jakarta
Minggu, Maret 16, 2025

Kisah Sedih Desa Sarampat saat digoncang Gempa disertai Longsor

(Rabu 15 Desember 2022 | 05:28 WIB

(PorosLombok.com)– Di bawah tenda pengungsian yang beratapkan terpal biru, Sofiah, seorang ibu muda dari Desa Sarampat, berusaha menenangkan bayinya yang rewel. Wajahnya pucat, matanya kosong, mencerminkan trauma mendalam yang masih membelenggunya. Gempa bumi berkekuatan 5,6 skala Richter, disusul tanah longsor, telah mengubah hidupnya dalam sekejap.

Kehidupan Sofiah dan warga Desa Sarampat seakan terhenti saat bencana itu datang. Rumah kecilnya yang berdiri di perbukitan, tempat ia membangun mimpi bersama keluarganya, kini lenyap ditelan bumi. “Mimpi buruk itu masih menghantui saya,” tuturnya dengan suara parau, seolah setiap kata yang keluar membawa beban kenangan menyakitkan.

Ketika gempa mengguncang, Sofiah tengah beres-beres rumah. Suara gemuruh tiba-tiba memenuhi udara, mengiringi guncangan yang membuat bumi seakan berputar. Tanpa berpikir panjang, ia meraih anaknya dan berlari mencari tempat aman. Di balik ketakutan yang menghampiri, ia harus tegar memperingatkan tetangga untuk menghindar dari bahaya yang mengintai.

“Tidak sampai 15 menit setelah gempa pertama, longsor besar menimbun seluruh permukiman,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca. Ketebalan tanah mencapai tiga meter, menenggelamkan segala yang berdiri, memutus aliran listrik, dan menutup akses komunikasi. Kehilangan begitu besar yang harus diderita oleh Sofiah dan warga lainnya.

Namun, di tengah kehancuran, Sofiah masih bersyukur. Anaknya yang paling bungsu dan suaminya selamat dari bencana ini. “Kami berhasil menghindar dari maut,” katanya, berusaha menguatkan diri di tengah kesedihan yang tak kunjung usai.

Nasib serupa dialami Suganda, seorang pedagang bawang yang kini harus tinggal di tenda pengungsian. Warung dan rumahnya rata dengan tanah, lenyap bersama harapan yang dulu ia bangun. “Warung ini satu-satunya mata pencaharian saya,” ungkapnya, menggambarkan kesedihan yang terpancar dari wajahnya yang lelah.

Sejak malam bencana, Suganda hanya bisa memandang reruntuhan dari kejauhan, mencoba merangkai kembali puing-puing semangat yang berserakan. Kehilangan tempat mencari nafkah menyisakan luka mendalam yang sulit terobati. Namun, di balik setiap air mata, ada tekad untuk bangkit dan membangun kembali apa yang telah hancur.

Desa Sarampat, yang terletak di perbukitan dengan pemandangan menakjubkan, kini menyimpan cerita pilu. Cekungan yang dikelilingi kebun teh itu dulunya adalah tempat yang damai, tetapi kini menjadi saksi bisu dari bencana yang mengoyak kedamaian warganya.

Gempa dan longsor yang melanda desa ini membuka kenyataan pahit akan kerentanannya terhadap bencana. Penduduk yang sebelumnya hidup tenang kini harus berjuang di tengah kondisi serba terbatas, menanti uluran tangan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Menurut Tedy Artiawan, Staf Ahli Bidang SDM Pemkab Cianjur, gempa tersebut telah memporakporandakan 16 kecamatan, dengan dampak terparah di wilayah utara. Sebanyak 334 nyawa melayang, dan puluhan ribu rumah hancur di 169 desa. Trauma masih menyelimuti sekitar 400 ribu warga yang kini mengungsi, enggan untuk kembali ke rumah mereka yang telah rusak.

Bencana ini seakan menutup cerita manis keelokan Desa Sarampat, meninggalkan luka mendalam yang membutuhkan waktu lama untuk pulih. Namun di balik setiap duka, ada harapan untuk bangkit kembali, menyusun kembali serpihan kehidupan yang tersisa.

Di tengah perjuangan untuk bertahan hidup, Sofiah dan Suganda serta ratusan ribu warga lainnya mengandalkan bantuan yang datang dari berbagai penjuru. Setiap bantuan yang datang adalah secercah harapan yang kembali menghidupkan semangat yang sempat padam.

Dalam keterbatasan, solidaritas antarwarga tumbuh semakin kuat. Mereka saling menguatkan, berbagi apa yang bisa dibagi, dan bersama-sama mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan. Desa Sarampat mungkin telah kehilangan keelokannya, tetapi tidak dengan semangat warganya yang tetap teguh menghadapi cobaan.

Bencana ini memang menyayat hati, tetapi juga membuka mata dan hati banyak orang akan arti sebenarnya dari kebersamaan dan ketahanan. Di tengah reruntuhan, ada harapan untuk masa depan yang lebih baik dan lebih aman bagi Desa Sarampat dan sekitarnya

(Arul/PorosLomhok)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERBARU

IKLAN
TERPOPULER