close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

27.8 C
Jakarta
Jumat, Februari 14, 2025

Prasasti Sapit Bukti Literasi Tertua di Lombok dari Abad ke-8 Masehi

Lombok Timur, PorosLombok.com – Di Desa Sapit, Lombok Timur, sebuah batu berukir menjadi saksi bisu dari peradaban literasi masyarakat Sasak yang telah ada sejak berabad-abad lalu. Prasasti Sapit, peninggalan dari abad ke-8 Masehi, ditemukan pada tahun 2016 oleh sekelompok pemuda setempat.

Penemuan ini tidak hanya memberikan bukti pertama tentang keberadaan tulisan di Lombok, tetapi juga menggugurkan anggapan lama bahwa masyarakat di kawasan ini baru mengenal aksara pada era belakangan.

Prasasti ini mendahului Prasasti Wadu Tunti dari Bima, yang selama ini dianggap sebagai prasasti tertua di Nusa Tenggara Barat. Jika Wadu Tunti berasal dari abad ke-14, Prasasti Sapit telah ada enam abad sebelumnya.

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Sasak sudah mengenal budaya literasi sejak zaman yang jauh lebih awal, menempatkan Lombok sebagai salah satu pusat peradaban di Nusantara.

Namun, perjalanan panjang prasasti ini penuh dengan ironi. Sejak 1980-an, batu tersebut telah diketahui keberadaannya oleh masyarakat sekitar. Sayangnya, nilai sejarahnya luput dari perhatian.

Batu itu dibiarkan menjadi penutup saluran irigasi, menjalani fungsi praktis yang bertolak belakang dengan makna besar yang terkandung di dalamnya. Baru pada tahun 2016, prasasti ini dipindahkan dan diamankan setelah kelompok pemuda desa menyadari pentingnya warisan tersebut.

Ketika ditemukan, kondisi fisik prasasti ini telah mengalami kerusakan serius. Batu andesit tempat prasasti ini diukir telah terpecah menjadi tiga bagian, dengan masing-masing bagian berukuran sekitar 30–50 cm.

Dari keseluruhan teks, hanya sekitar 45 persen yang masih dapat terbaca. Kerusakan ini disebabkan oleh usia prasasti, kelembapan lingkungan, serta penyimpanan yang tidak memadai selama puluhan tahun.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Lombok Timur, Yogi, mengungkapkan bahwa kerusakan prasasti ini juga dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelestarian benda bersejarah.

“Bahkan ada bekas coretan tinta dan penggunaan bedak bayi pada permukaan prasasti. Hal ini tentu sangat disayangkan, karena semakin memperburuk kondisi tulisan yang tersisa,” ujar Yogi saat ditemui diruang Kerjanya, Senin (16/12)

Prasasti Sapit ditulis menggunakan aksara Kawi Awal fase arkaik, menampilkan gaya huruf yang membulat dan miring dengan elemen khas dari periode tersebut. Sebagian besar teks menggunakan bahasa Jawa Kuno, sementara sisanya mengandung unsur bahasa Sanskerta.

Dari teks yang tersisa, diketahui bahwa prasasti ini berisi doa atau mantra keagamaan. Kata “swaha,” yang ditemukan di sisi D, menjadi petunjuk penting akan unsur religius ini.

Relief Dewa Wisnu pada salah satu sisi prasasti semakin memperkuat makna keagamaan yang terkandung di dalamnya. Wisnu digambarkan dengan atribut seperti gada, sangkha, kalung, dan mahkota, meskipun dalam bentuk yang sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Sasak pada masa itu memiliki keterkaitan erat dengan tradisi Hindu-Buddha yang berkembang di Nusantara.

Prasasti yang Menyuarakan Kedalaman Spiritualitas

Prasasti ini bukan sekadar batu bertulis, tetapi simbol peradaban yang menunjukkan kedalaman spiritual dan intelektual masyarakat Lombok. Doa-doa dan simbol-simbol religius yang tertulis di prasasti ini mencerminkan kehidupan masyarakat yang penuh makna, jauh sebelum pengaruh luar yang lebih modern datang ke wilayah ini.

Yogi menekankan bahwa penemuan Prasasti Sapit menjadi momen penting bagi sejarah Lombok. “Ini adalah bukti nyata bahwa masyarakat Sasak telah mengenal budaya literasi sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini tidak hanya memperkaya narasi sejarah Nusa Tenggara Barat, tetapi juga menegaskan posisi Lombok dalam peta peradaban Nusantara,” katanya.

Namun, pelestarian prasasti ini menjadi tantangan besar. Kerusakan yang telah terjadi menunjukkan betapa rentannya warisan sejarah jika tidak dirawat dengan baik. Yogi menyebutkan bahwa masyarakat Desa Sapit kini mulai sadar akan pentingnya menjaga peninggalan ini.

“Kami sedang berusaha agar prasasti ini mendapatkan status Cagar Budaya. Dengan begitu, perlindungan dan perawatan prasasti dapat dilakukan secara maksimal,” tambahnya.

Masyarakat Desa Sapit bahkan berencana mendirikan museum desa untuk menyimpan dan memamerkan benda-benda bersejarah lokal, termasuk Prasasti Sapit. Rencana ini diharapkan menjadi langkah awal untuk melestarikan dan memperkenalkan kekayaan sejarah Lombok kepada generasi mendatang.

Selain nilai akademisnya, prasasti ini juga memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat Lombok. Ia adalah pengingat akan kekayaan intelektual dan spiritual nenek moyang mereka, sekaligus dorongan untuk terus menjaga dan melestarikan warisan tersebut.

Prasasti Sapit juga menjadi cermin bagi bangsa ini, bahwa sejarah adalah bagian dari identitas yang harus dijaga. Jika peninggalan seperti ini diabaikan, generasi mendatang mungkin tidak akan pernah tahu tentang kedalaman peradaban yang pernah ada di tanah mereka sendiri.

“Prasasti Sapit adalah bukti bahwa literasi dan spiritualitas masyarakat Sasak sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Ini adalah warisan yang tidak hanya milik Desa Sapit atau Lombok, tetapi milik bangsa Indonesia,” tutup Yogi.

(Arul/PorosLombok)

TERBARU

IKLAN
TERPOPULER