LOTIM, Poroslombok.com- Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2021 mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar 59,88 Milyar. Nilai itu menjadi yang terbesar dari seluruh kabupaten atau Kota se-NTB.
Namun, besaran itu tidak berbanding lurus dengan anggaran yang diterima untuk menjalankan program kegiatan pengembangan yang ada di Bidang Perkebunan, sehingga progaram di bidang perkebunan selalu berjalan stagnan dan tidak bisa berjalan optimal.
“Hampir 60 Milyar anggaran yang diterima Lotim, tidak sepenuhnya dialokasikan untuk dinas pertanian melainkan dibagi sesuai dengan Permenkeu 206/PMK.07/2020 tentang penggunaan, pemanfaatan dan evaluasi DBH-CHT. yaitu 25 persen untuk kesehatan, 25 persen bidang hukum, dan 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat yakni dibidang perkebunan yang menangani tembakau,” kata Kepala Bidang Perkebunan, Marepudin, SP di ruang kerjanya pada senin kemarin (15/03/21).
Meski yang didapat 50 persen untuk bidang perkebunan, itu semuanya masih berada dalam kebijakan Pemda ” Cuman kedengarannya saja besar, tapi masih ada tahapan selanjutnya sehingga untuk bidang perkebunan realisasi anggarannya minim sekali. Makanya saya berani mengatakan bidang perkebunan ini dipandang sebelah mata,”ucapnya sambil merenungi trobosan baru.
Lanjut dia, padahal penghasilan dari cukai kalau dibandingkan dengan bidang lainnya dilingkup Dinas pertanian hanya bidang perkebunan yang mampu menghasilkan PAD hingga puluhan milyar rupiah.
Namun begitu, faktanya sarana pendukung dari segi kebijakan Pemda dinilai jauh panggang dari api. Sehingga ia berspektif terhadap pihak-pihak yang menyusun rencana pelaksanaan anggaran yang tidak bisa melihat ke bahwa yakni pada bidang perkebunan sebagai leading sector, seharusnya lebih disentuh terutama sarana bidang pendukung untuk petani tembakau.
“Saya tidak ngerti pandangan pihak-pihak yang menyusun rencana pelaksanaan anggaran. semestinya bidang perkebunan untuk sarana pendukung petani tembakau harus diprioritaskan, karena PAD dari cukai tembakau tergolong paling tinggi.” dalihnya.
Bahkan ia juga dengan tegas mengatakan, jika memang bidang perkebunan yang ia pimpin masih dianggap sebelah mata oleh para penentu kebijakan, maka dirinya akan lebih rela jika bidang ini dihapus saja dari Dinas Pertanian.
“Kalo bidang ini masih tetap dipandang sebelah mata, maka lebih baik dihapus sajalah itu lebih baik,”ketusnya.
Seharusnya, dengan luas lahan petani tembakau ditambah dengan petani yang sudah ada maka akan lebih baik jika semua itu harus didukung dengan anggaran yang memadai sehingga program pelaksanaan bisa berjalan sesuai dengan tahapan rencana. Namun hal itu, keluh marepudin, hanya isapan jempol belaka.
Ia juga menambahkan, dari semua bidang pada Dinas Pertanian rata-rata semuanya memiliki Dirjen masing-masing untuk anggaran DAK. Tapi kenapa, ucap dia penuh tanya, di bidang Perkebunan anggaran yang direalisasikan hanya 250 juta rupiah, “Apakah ini ada pelintiran di Dinas?,”kata dia dengan nada penuh tanya.
“Sebenarnya persoalan itu sudah saya pertanyakan ke pihak Kadis, tapi sampai sekarang saya belum direspon dengan baik. beliau hanya mengatakan nanti kita bicarakan,”tuturnya.
Dengan tanggapan yang tak pasti, ia kemudian mempertanyakan hal itu kepada pihak BAPPEDA, BPKAD dan Asisten Bidang Ekonomi. Langkah itu dia lakukan untuk meminta penjelasan pasti terkait pengelolaan DAK yang diperuntukkan untuk Dinas Pertanian. Namun anggaran itu lebih di fokuskan pada bidang Prasarana Dinas Pertanian.
“Kemana lagi saya pertanyakan itu, agar tiga kepala seksi yang ada di bidang ini bisa menjalankan program yang ada. Tidak mungkin kita juga menyuruh masyarakat bekerja secara swadaya. Kalau tidak ada anggaran. percuma saja ada bidang perkebunan lebih baik dihilangkan saja kalau kebijakannya begini,” ujaranya.
Sementara dari peruntukan dan DBHCHT itu jelas bahwa, anggaran yang diterima sebesar 15 persen untuk kesejahteraan masyarakat khususnya bidang perkebunan sesuai pedum jelas untuk petani tembakau dan turunannya.
“Dari 59.88 Milyar itu kalau dihitung 15 persen berarti bidang perkebunan seharusnya mengelola sekitar 8-9 Milyar. Tapi angka dipangkas oleh Dinas kemudian dibagi-bagi dibidang lainnya. Dan mirisnya, kami justru mendapatkan hanya nol koma sekian persen saja” pungkasnya.(Tim – PL)