Nasional, PorosLombok.com – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI. Penetapan tersangka ini merupakan kelanjutan dari penyidikan yang melibatkan kasus Harun Masiku.
Menurut keterangan dari KPK yang dihimpun dari CNN Indonesia, pada Selasa (24/12), Hasto terlibat dalam tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan Harun Masiku, mantan calon legislatif PDIP. Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang diterbitkan pada 23 Desember 2024, nama Hasto dicantumkan sebagai tersangka bersama Harun.
Sumber internal KPK mengatakan bahwa penyidikan aktif sedang dilakukan untuk menggali bukti dan keterangan lebih lanjut terkait peran Hasto dalam kasus ini. Gelar perkara yang membahas status Hasto sebagai tersangka sendiri sudah dilaksanakan pada 20 Desember 2024.
Kasus ini bermula dari dugaan suap yang dilakukan oleh Harun Masiku, yang diduga menyuap eks-komisioner KPU, Wahyu Setiawan, agar bisa menggantikan Nazarudin Kiemas di DPR. Nazarudin yang sebelumnya lolos ke DPR, meninggal dunia, dan Harun diduga menyiapkan dana sekitar Rp850 juta untuk memuluskan langkahnya.
Selain Hasto dan Harun, dua orang lainnya, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri, juga turut diproses hukum dalam kasus ini. Saeful Bahri telah divonis satu tahun delapan bulan penjara, sementara Agustiani dijatuhi hukuman empat tahun penjara.
Hingga saat ini, PDIP belum memberikan konfirmasi resmi terkait penetapan Hasto sebagai tersangka. Beberapa pejabat partai, termasuk Ketua DPP PDIP, masih belum merespons permintaan untuk memberikan komentar.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan verifikasi lebih lanjut sebelum memberikan keterangan resmi. KPK berkomitmen untuk terus mengusut tuntas kasus ini demi menjaga integritas lembaga dan kepercayaan publik.
Dengan penetapan Hasto sebagai tersangka, kasus ini semakin menjadi sorotan publik. Pasalnya, hal ini berpotensi mempengaruhi stabilitas politik serta kredibilitas PDIP, yang selama ini memiliki pengaruh besar dalam peta politik Indonesia (*)