close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

27.9 C
Jakarta
Jumat, Oktober 3, 2025

Lombok di Masa Pendudukan Jepang

PorosLombok.com

Kehidupan nenek moyang Gumi Sasak di Lombok memang sangat menarik untuk dipelajari dan diketahui masa itu disebut zaman sejarah yakni masa setelah manusia mengenal tulisan sehingga berbagai peristiwa dapat tercatat.

Berbagai penemuan-penemuan yang diperoleh oleh masyarakat belum mendapatkan jawaban, karena memang belum dilakukannya penelitian dengan menggunakan teknologi tinggi, seperti radiosotop dan sebagainya.

Lombok pada masa pendudukan jepang tepatnya, pada tanggal 18 Mei tahun 1942 masehi, angkatan laut Jepang dengan dilindungi pesawat-pesawat tempur mendarat di Ampenan tanggal 12 Mei tahun 1942 masehi

Angkatan Darat Jepang mendarat pula di Labuhan Haji Lombok Timur, sejak itu pemerintah Belanda berakhir di Pulau Lombok, pada mulanya, peralihan pemerintahan dari Hindia Belanda ke tangan Jepang disambut lega, terutama oleh pemimpin-pemimpin pergerakan kemerdekaan di daerah Lombok.

Jepang mendarat tanpa perlawanan sedikitpun dari Belanda, keadaan ini memberikan kesadaran kepada para penduduk, bahwa orang Eropa khususnya Belanda Ternyata juga takut kepada orang kulit berwarna, hal ini juga membangkitkan harga diri pada setiap pemimpin rakyat di Kota Selong Lombok Timur kal itu.

Jepang mengadakan rapat yang dihadiri oleh pemuda dan pemimpin rakyat, rapat tersebut berlangsung di bekas kantor controleur Belanda. Seorang pemimpin angkatan darat yang berpangkat Kapten menjelaskan bahwa Perang Asia Timur Raya adalah untuk membebaskan rakyat dari penindasan bangsa barat, Hal ini disambut gembira dan rasa optimisme yang mendalam. Karena rakyat memiliki harapan besar untuk kebebasan dan kemerdekaan.

Kekuatan tentara Jepang yang berada di Lombok seluruhnya bermarkas di Mataram Lombok Barat,

sistem pemerintahan

Pada masa pendudukan Jepang, Pulau Lombok tetap terbagi atas tiga daerah yaitu Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Barat, masing-masing diperintah oleh seorang yang berpangkat “bunken kan rekan” jabatan distrik dirubah menjadi “gunco” dan kepala desa menjadi “sunko” pucuk pimpinan tertinggi untuk daerah Lombok disebutkan “kan rekan”

Jabatan-jabatan yang penting lainnya juga segera diadakan seperti kepolisian urusan bahan makanan dan urusan pemotongan hewan, Pemerintahan dijalankan dengan tangan besi untuk keperluan pertahanan dan keamanan pada tahun 1943, dan menetapkan bahwa,(1), pemuda yang berumur 14 sampai 22 tahun dikerahkan menjadi Seinendan, (2),Pemuda yang berumur 23-35 tahun dikerahkan menjadi keibodan, (3),Pemuda yang berumur 18-25 tahun dikerahkan menjadi Heiho.

Penderitaan rakyat

segera setelah Jepang berkuasa rakyat mengalami berbagai penderitaan yang amat sangat, sebagian besar hasil pertanian dan harta benda rakyat seperti emas, perak, keris dan pedang dikumpulkan untuk perbekalan Perang Asia Timur Raya, seringkali pemerintah Jepang keluar-masuk Kampung mengambil hewan ternak secara paksa, petani diwajibkan menanam jarak dan bahan untuk membuat pakaian pintal atau tenunan rakyat, yang dijumpai akan disita, rakyat hanya boleh memintal dan menenun untuk Jepang dengan sistem bagi hasil yang sangat tidak adil, satu bagian untuk rakyat dan dua bagian untuk Jepang.

Akibatnya rakyat terancam kelaparan dan tidak memiliki pakaian, kemudian bila rakyat menyerahkan padinya tidak lancar maka lumbung-lumbung digeledah, bagi rakyat yang tidak mengumpulkan padi dihadapkan Kemuka petai atau pomade dan tokek Thai formal yang keganasannya sangat terkenal.

Sangat ironis di tengah rakyat yang kelaparan padi menumpuk sampai tumbuh lebat di kantor desa karena tak sempat di rawat, obat-obatan sangat sulit didapat jika rakyat sakit, maka cukup dibawa ke dukun maka tidak heran jika banyak orang yang sakitnya bertambah parah dan berakhir dengan kematian, dan yang sangat memilukan pihak Jepang mengambil gadis-gadis pribumi dengan paksa dan dijadikan Geisha atau pelacur untuk memuaskan nafsu bejat tentara Jepang.

Pengadilan sudah tidak berfungsi lagi, mereka-mereka yang dicurigai segera ditangkap dan dihukum tanpa proses pengadilan, penjahat-penjahat langsung digantung atau dipukuli, banyak orang mati Tetapi ada juga yang dilepaskan kembali setelah badannya hancur luluh akibat penyiksaan.

di Bayan rakyat tidak tahan dengan sikap Jepang tersebut dan melampiaskan kemarahannya dengan mengeroyok hingga tewas seorang pegawai perkebuna,(kapas) berkebangsaan Jepang pada tahun 1944, sebagai balasan, pihak Jepang menangkap beberapa warga sesait, yang tidak bersalah dan menyiksanya hingga mati.

Pada masa pendudukan Jepang rakyat juga dikerahkan menjadi romusha atau pekerja paksa, untuk membangun benteng-benteng pertahanan dan tempat persembunyian di pantai, gunung, dan hutan belantara.

Adapun lokasi pembangunannya tersebar di beberapa wilayah seperti di Lembar Tanjung Ringgit lendang marang, Rambang, Labuan Lombok dan Gili Trawangan

Banyak diantara para pekerja itu tewas terserang malaria dan dibiarkan mati kelaparan, kebencian rakyat terhadap Jepang pun semakin besar, setiap orang berharap agar Jepang kalah oleh sekutu tekanan yang dirasakan oleh rakyat tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi, tetapi juga di bidang kerohanian, banyak pengajian pengajian dibubarkan dan dianggap terlarang.

Aktivitas yang biasa diadakan di masjid dan Pesantren banyak yang terhenti, begitu juga pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh perkumpulan tarekat tidak aktif lagi, untungnya Perguruan Islam Nahdlatul Wathan di Pancor Lombok Timur tidak ditutup, perguruan itu dapat berjalan terus di bawah pengawasan kurikulum yang ketat dari pihak Jepang.

Sumber :Diambil dari berbagai buku sejarah.

(Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERBARU

IKLAN
TERPOPULER
error: Konten di Portal Poroslombok dilindungi