(PorosLombok.com) – Majapahit, kerajaan yang sering dielu-elukan sebagai imperium terkuat di Nusantara, menyisakan tanda tanya besar: mengapa tak pernah berhasil menaklukkan Kerajaan Sunda? Jawabannya terletak pada jalinan kompleksitas hubungan kekerabatan, kedudukan historis, hingga strategi militer yang berujung petaka.
Di balik kegagalan ini, hubungan kekerabatan menjadi simpul penting. Dyah Wijaya, pendiri Majapahit, memiliki ikatan darah dengan keluarga kerajaan Sunda, menciptakan dilema moral bagi Majapahit untuk menundukkan saudara serumpun [2][3].
Sebagai wilayah yang disegani, Sunda menawarkan stabilitas dan peradaban tua yang membuatnya dihormati. Bahkan, Gajah Mada yang ambisius pun mengakui kedudukan historis Sunda yang pantas diagungkan [1].
Kerajaan Sunda, pewaris peradaban Tarumanegara, dikenal dengan kebudayaan yang kukuh dan militer yang tangguh. Struktur sosial dan fondasi kebudayaan yang kuat inilah yang menjadikan Sunda batu sandungan bagi ekspansi Majapahit [1].
Kisah Perang Bubat menjadi saksi bisu dari kegagalan strategi Majapahit. Ketidakpahaman Gajah Mada terhadap maksud kedatangan Raja Sunda menimbulkan konflik yang berakhir tragis, tanpa memberi keuntungan pada Majapahit [1][2].
Lebih lanjut, pasca tragedi Bubat, Sunda melancarkan serangan balasan yang hampir mengguncang kestabilan Majapahit, sebagai bentuk balas dendam atas kematian pemimpin mereka [4].
Keberanian Sunda dalam melakukan serangan balasan menunjukkan ketidakmampuan Majapahit untuk sepenuhnya menaklukkan wilayah itu. Ini menambah lapisan kompleksitas dalam hubungan kedua kerajaan.
Kerumitan ini menggambarkan betapa hubungan antara Majapahit dan Sunda tidaklah semata soal kekuatan militer, tetapi juga terkait erat dengan simpul sosial dan kultural yang menyertainya. Meski Majapahit berjaya di banyak penjuru, kegagalannya menaklukkan Sunda tetap menjadi bab penting dalam sejarah Nusantara yang sarat makna.
Sumber: [1] Historia, [2] Kompasiana, [3] Okezone, [4] iNews Jabar.






 



