LOMBOK TIMUR – PorosLombok.com || Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Lombok Timur melakukan pembongkaran paksa terhadap lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di kawasan lapangan Gora Sakra, Kamis (2/1/2025).
Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum (Kasi Trantib) Kecamatan Sakra Agus Ikhwani, S.Sos mengatakan, bahwa pembongkaran yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang ada.
“Pembongkaran ini sudah sesuai dengan prosedur atas dasar kesepakatan bersama yang tertuang dalam berita acara,” ujar Agus.
Ia menuturkan, pembongkaran itu didasarkan atas pernyataan keberatan masyarakat yang merasa terganggu atas keberadaan lapak PKL yang ada di kawasan Lapangan Gora Sakra. Bahkan masyarakat telah melayangkan surat keberatan pada tanggal 5 Maret 2023, silam.
“Masyarakat merasa terganggu karna di kawasan PKL ini sering berkaraoke sampai tengah malam. Bahkan pada bulan puasa mereka berjualan makanan di siang hari,” tuturnya.
Keberatan masyarakat tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Pj. Kepala Desa Suwangi Timur dengan mengeluarkan surat permintaan penertiban per tanggal 14 Maret dan Pj. Kepala Desa Sakra per tanggal 15 Maret 2024.
Merespon surat tersebut, Pemerintah Kecamatan Sakra kemudian melayangkan Surat Peringatan Penertiban (SP1) pada tanggal 17 April 2024. Kemudian dilanjutkan dengan (SP2) pada tanggal 25 April 2024, yang dilanjutkan dengan (SP3) pada tanggal 30 April 2024.
“Kita bahkan sudah melakukan penundaan pembongkaran dan memberikan waktu selama tiga Minggu kepada para pedagang untuk mengurus ijin-nya,” ungkapnya.
Namun hingga batas waktu yang disepakati, yakni sejak tanggal 12 Desember 2024 sampai 01 Januari 2025, para PKL tersebut tidak bisa mendapatkan ijin dari Pemkab Lombok Timur.
Sesuai point kesepakatan yang tertuang dalam berita acara, maka Satpol PP bekerjasama dengan anggota Badan Keamanan Desa (BKD) Desa Sakra melakukan pembongkaran secara paksa.
“Padahal kami sudah berikan masukan supaya menempati ruang-ruang kosong (lapak-red) yang ada di pasar. Tapi, ya begitulah yang namanya masyarakat,” keluhnya.
Di tempat sama, Ibu Nurhayana, salah satu perwakilan pedagang yang sempat diwawancara media ini menyampaikan rasa keberatannya dengan nada suara berapi-api.
“Saya di sini tidak pernah menyusahkan pemerintah, tidak pernah minta sumbangan. Saya hanya minta lapak tempat jualan. Banyak anak-anak putus sekolah gara-gara penggusuran ini,” teriaknya.
Saat yang sama, Nurhayana juga mengakui jika penggusuran tersebut sudah sesuai kesepakatan bersama. Ia juga mengatakan perihal permintaan Pemdes dan Pemcam kepada para PKL untuk mengurus ijin ke Pemerintah Kabupaten.
Nurhayana mengklaim bahwa Pemkab sejatinya sudah akan memberikan ijin, namun pihaknya diminta balik lagi untuk mengurus ijin kepada pemerintah setempat (Pemdes dan Pemcam-red).
“Kita udah mau dikasih ijin disana, tapi disuruh balik lagi kesini. Kita udah baik-baik ke desa, ndak ada respon. Udah ke Camat, tidak ada jawaban sama sekali,” kesalnya.
(Anas/PL)