close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

32.6 C
Jakarta
Selasa, Maret 11, 2025

Bansos 40 Miliar: Menekan Inflasi atau Balas Budi?

Oleh: Amir Mahmud
===============================

OPINI – Belakangan ini, dukungan terhadap program bantuan sosial (bansos) senilai 40 miliar rupiah yang digagas oleh Bupati Lombok Timur, Iron-Edwin, terus mengalir dari berbagai elemen masyarakat, terutama politisi parlemen. Sejumlah partai seperti Hanura, PKB, dan partai pengusung lainnya menyatakan dukungan mereka terhadap program ini.

Namun, tidak semua fraksi di parlemen sepakat dengan kebijakan tersebut. Beberapa partai menolak dengan alasan yang cukup terukur. Argumentasi utama yang mendasari penolakan ini antara lain:

  1. Anggaran tidak ditempatkan di Dinas Sosial, melainkan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
  2. Penerima manfaat tidak sesuai dengan data yang dimiliki Dinas Sosial.
  3. Pemerintah belum memiliki basis data (big data) yang jelas mengenai calon penerima manfaat.
  4. Alasan menekan inflasi dianggap tidak masuk akal karena tidak melalui mekanisme operasi pasar atau pasar murah.
  5. Perubahan dan penambahan anggaran dilakukan tanpa sepengetahuan legislatif.

Penolakan ini, terutama yang disampaikan oleh fraksi PDIP, lebih menyoroti aspek transparansi dan rasionalitas kebijakan. PDIP menilai bahwa ada celah yang memungkinkan “kebocoran” anggaran, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara di tengah kebijakan efisiensi nasional.

Haji Najamuddin, mantan politisi senior PKB, dalam sebuah wawancara dengan media online, menyatakan bahwa jika program bansos ini dijalankan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, maka mekanismenya akan berbeda. Proses tender akan menjadi bagian dari prosedur pelaksanaannya, yang berpotensi melibatkan fee, keuntungan, serta aspek teknis lain yang dapat membuka peluang pelanggaran aturan.

Tak heran jika program bansos 40 miliar ini menjadi bahan perbincangan hangat di tengah masyarakat Lombok Timur. Polemik pun mencuat, dengan sebagian masyarakat mendukung dan sebagian lainnya menolak.

Namun, persoalan ini sejatinya bukan hanya soal setuju atau tidak setuju. Yang lebih penting adalah apakah kebijakan ini rasional di tengah upaya efisiensi anggaran yang sedang gencar dilakukan pemerintah pusat. Selain itu, ada pertanyaan besar mengenai mekanisme pelaksanaannya. Apakah kebijakan ini telah dirancang dengan prosedur yang benar? Apakah program ini tidak terburu-buru, mengingat belum ada data yang pasti mengenai penerima manfaat?

Tidak ada yang membantah bahwa bansos untuk 273 ribu warga miskin adalah kebijakan yang mulia dan sangat dibutuhkan. Namun, kebijakan ini tetap harus mengacu pada asas pemerintahan yang baik agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.

Akuntabilitas dalam Kebijakan Publik

Suharno, dalam bukunya Mengadili Kebijakan dalam Perspektif Demokrasi dan Negara Hukum, menegaskan bahwa akuntabilitas adalah elemen penting dalam setiap kebijakan publik. Pemerintah memiliki tiga peran utama dalam ekonomi, yaitu:

  1. Alokasi, yaitu menentukan bagaimana sumber daya ekonomi dialokasikan.
  2. Distribusi, yaitu memastikan pendapatan dan kekayaan didistribusikan demi kemaslahatan rakyat.
  3. Stabilisasi, yaitu menjaga keseimbangan dan kestabilan ekonomi.

Sementara itu, Thomas R. Dye dalam teori kebijakan publiknya menyatakan bahwa kebijakan pemerintah adalah apa pun yang dipilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan (public policy is whatever government chooses to do or not to do). Artinya, setiap tindakan pemerintah, baik aktif maupun pasif, harus dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, setiap kebijakan harus mengedepankan aspek akuntabilitas, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran publik.

Mengadili Kebijakan: Sebuah Keniscayaan

Dalam negara hukum, setiap kebijakan yang tidak sesuai dengan konstitusi atau peraturan perundang-undangan dapat dimintai pertanggungjawaban. Doktrin negara hukum menuntut bahwa setiap tindakan hukum memiliki konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan.

Dalam hukum pidana, ada konsep pertanggungjawaban pidana; dalam hukum perdata, dikenal contractual liability; dan dalam hukum administrasi, ada pertanggungjawaban administratif. Prinsip dasarnya adalah bahwa setiap kebijakan pemerintah yang melanggar aturan dapat diuji di pengadilan.

Bahkan, Suharno menegaskan bahwa kebijakan yang bersifat beschikking (penetapan administratif yang bersifat individual dan konkret) dapat diadili jika bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Hal ini menjadi konsekuensi dari sistem negara hukum yang menjamin supremasi hukum dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Maka, mengadili kebijakan publik bukanlah sesuatu yang berlebihan, tetapi sebuah keharusan jika kebijakan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai konstitusi dan prinsip negara hukum. Sebab, dalam sistem demokrasi, kekuasaan hanyalah alat untuk menjalankan amanat konstitusi, bukan untuk mengangkangi hukum.

Catatan untuk Pemerintah

Semoga gagasan ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Bahwa niat baik dalam membantu rakyat tidak akan pernah terlambat untuk dilakukan. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kebijakan itu dibuat dengan prosedur yang benar dan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian serta kebijaksanaan.

Wassalam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERBARU

IKLAN
TERPOPULER