PorosLombok.com – Sejumlah tukang bangunan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk SMK di NTB mengaku menerima upah dengan potongan pajak, meskipun pendapatan mereka jauh di bawah ambang batas kena pajak.
Mereka hanya menerima bayaran sekitar Rp150 ribu per hari. Padahal, sesuai ketentuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pekerja harian hanya dikenai PPh 21 jika penghasilannya lebih dari Rp450 ribu per hari.
“Ini jelas melanggar aturan. Upah dipotong, tapi tidak ada kejelasan dana itu disetor ke mana,” tegas Hendra, pengacara muda di Mataram, Minggu (15/6).
Hendra meminta aparat penegak hukum menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut. Menurutnya, pemotongan sepihak ini merugikan pekerja dan berpotensi masuk ranah hukum jika uang tersebut tidak disetor ke kas negara.
“Jangan sampai tukang hanya jadi korban permainan anggaran,” katanya.
Sejumlah pekerja juga mengaku tidak mendapat penjelasan resmi terkait potongan pajak tersebut. Mereka hanya menerima upah bersih, tanpa slip atau rincian pembayaran.
Menanggapi hal itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Ahmad Rifai, membantah adanya pemotongan pajak dalam pembayaran upah tukang proyek SMK.
“Upah harian dibayar penuh sesuai standar provinsi, yakni Rp107 ribu per hari, tanpa dipotong pajak,” jelas Rifai.
Ia menerangkan, dalam pelaksanaan proyek swakelola ada dua metode pembayaran: sistem borongan dan sistem harian. Tahun 2023, proyek SMA menggunakan metode borongan, sementara proyek SMK menggunakan metode harian.
“Kalau borongan, pajak harus dihitung dalam RAB sejak awal. Tapi kalau harian, tidak dikenai pajak,” ujarnya.
Rifai menambahkan, dalam perencanaan anggaran, pajak tetap dihitung sebagai langkah antisipasi jika di tengah jalan metode berubah menjadi borongan. Namun, pajak itu tidak direalisasikan saat pembayaran.
“Jadi, dana pajak yang tidak digunakan itu menjadi sisa anggaran dan tetap masuk ke kas daerah,” tegasnya.
Menurut Rifai, nilai dana yang tersisa karena tidak dipakai untuk pajak mencapai sekitar Rp1 miliar. Dana tersebut menjadi silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) dan penggunaannya akan disesuaikan dengan keputusan Kepala Dinas dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
(arul/PorosLombok)