(PorosLombok.com) – Setiap malam Jumat pertama di bulan Rajab, Pondok Pesantren Thohir Yasin kembali menghidupkan tradisi Penjelengan Minyak Obat Hifziyah, sebuah warisan leluhur masyarakat Sasak yang memadukan spiritualitas, kearifan lokal, dan pengobatan tradisional.
Tradisi yang juga dikenal dengan sebutan Minyak Lendang Nangke, Minyak Bapak Tuan Guru, atau Minyak 1000 Hajat ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi bagian penting dalam rangkaian Haul Akbar Pondok Pesantren Thohir Yasin.
“Tahun ini, lebih dari 90 kelompok dari berbagai wilayah di Pulau Lombok ikut ambil bagian. Setiap kelompok terdiri dari 15 sampai 40 orang, dan masing-masing mengolah 99 butir kelapa sebagai bahan utama minyak,” ujar Lalu Riki Wijaya, SH., MH, Wakil Ketua Ikatan Alumni Thohir Yasin, Jumat (26/12/2025).
Ia menjelaskan, proses penjelengan minyak Hifziyah tidak dilakukan sembarangan. Seluruh peserta diwajibkan menjaga wudhu sejak awal hingga akhir proses pembuatan minyak.
“Selama penjelengan, peserta terus melantunkan empat surat Al-Qur’an, yakni Surat Yasin, As-Sajdah, Ad-Dukhan, dan Al-Mulk. Bacaan ini dilakukan tanpa putus sampai minyak benar-benar matang,” jelasnya.
Menurut Lalu Riki, proses tersebut biasanya berlangsung hingga sepertiga malam dan diyakini menjadi sumber keberkahan dari minyak yang dihasilkan.
“Di sinilah letak kekhususannya. Minyak Hifziyah bukan hanya ramuan herbal, tetapi hasil ikhtiar lahir dan batin yang dibingkai dengan doa dan zikir,” katanya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa tradisi penjelengan minyak Hifziyah merupakan bukti kuat bahwa masyarakat Sasak sejak lama telah mengenal integrasi antara pengobatan tradisional dan nilai-nilai spiritual Islam.
“Ini bukan sekadar tradisi, tapi juga bentuk pelestarian farmasi tradisional Sasak yang sarat makna budaya dan keislaman,” tegasnya.
Selain nilai pengobatan, tradisi ini juga memiliki dampak sosial yang kuat. Setiap pelaksanaannya menjadi ruang silaturahmi antara santri, alumni, dan masyarakat dari berbagai daerah.
“Penjelengan minyak ini mempererat kebersamaan dan menjaga identitas budaya Sasak tetap hidup dalam bingkai Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” pungkasnya.
Di usia 36 tahun Pondok Pesantren Thohir Yasin, tradisi Penjelengan Minyak Hifziyah terus dijaga dan diwariskan, sebagai simbol kekuatan nilai leluhur yang tetap relevan di tengah zaman.
(redaksi/PorosLombok)



















