close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

27.8 C
Jakarta
Jumat, Februari 14, 2025

NTB : Destinasi Super Prioritas Tanpa OPD Budaya

Oleh Dr. Mugni Sn., M.Pd., M.Kom. (Direktur Cendekia Institut)

OPINI, PorosLombok com – Setiap 17 Desember, Nusa Tenggara Barat (NTB) merayakan hari jadinya sebagai salah satu provinsi otonom di Indonesia. Dalam setiap perayaan, perjalanan sejarah NTB dari masa ke masa selalu ditekankan, mulai dari kepemimpinan gubernur pertama hingga yang terkini, masing-masing dengan pencapaian dan kontribusi yang membentuk NTB seperti sekarang.

Salah satu aspek penting dalam sejarah NTB adalah kemajuan di bidang pariwisata. Dari branding “Bumi Gora” di era Gatot Suherman hingga pengembangan pariwisata halal di masa TGB Zainul Majdi, NTB telah menunjukkan potensi besar dalam sektor ini.

Namun, pertanyaan yang terus muncul adalah: apakah potensi tersebut sudah dimanfaatkan secara optimal, terutama dengan status NTB sebagai Destinasi Super Prioritas (DSP) yang diberikan pemerintah pusat?

Perjalanan Sejarah dan Kemajuan Pariwisata NTB

Pada era Gatot Suherman di tahun 1980-an, NTB berhasil keluar dari krisis pangan dan mencapai swasembada dengan program “Gogo Rancah” (Gora). Pencapaian ini menjadikan NTB dikenal sebagai Bumi Gora.

Lompatan berikutnya terjadi di era Warsito, ketika pariwisata mulai menjadi fokus pembangunan. Nama Senggigi mulai dikenal hingga mancanegara.

Gubernur-gubernur setelah Warsito, termasuk Harun Arrasyid, Lalu Srinata, TGB Zainul Majdi, dan Zulkieflimansyah, terus memberikan perhatian besar pada pariwisata, meski pendekatan dan prioritasnya berbeda-beda.

Wisata Halal: Branding yang Terabaikan?

Di bawah kepemimpinan TGB Zainul Majdi, NTB berhasil membangun citra pariwisata berbasis Islam melalui branding wisata halal. Konsep ini diperkuat dengan berbagai program, seperti penyelenggaraan World Islamic Tourism Market (WITM), yang menghadirkan pelaku pariwisata syariah dari 60 negara. Branding ini didukung oleh data bahwa 98% penduduk NTB adalah Muslim, sehingga wisata halal menjadi ikon yang kuat dan relevan.

Namun, branding ini tidak berlanjut di era Zul-Rohmi, yang lebih fokus pada pengembangan MotoGP Mandalika sebagai ikon pariwisata internasional. Sayangnya, tanpa strategi keberlanjutan, konsep wisata halal yang telah mendunia mulai kehilangan gaungnya.

Destinasi Super Prioritas: Peluang dan Tantangan

Penetapan NTB, khususnya Mandalika, sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) membawa peluang besar. Pemerintah pusat memberikan perhatian serius untuk mengembangkan kawasan ini dengan infrastruktur berstandar internasional, termasuk pembangunan Sirkuit Mandalika.

Namun, tantangan terbesar adalah memastikan wisatawan yang datang tidak hanya hadir untuk event utama seperti MotoGP, tetapi juga tinggal lebih lama di NTB. Semakin lama wisatawan tinggal, semakin besar dampaknya pada ekonomi lokal melalui belanja akomodasi, konsumsi, dan transportasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, NTB harus menyediakan atraksi tambahan yang menarik wisatawan sebelum dan sesudah acara utama. Atraksi budaya, yang mencerminkan kekayaan tradisi lokal, menjadi salah satu solusi yang harus diprioritaskan.

Mengapa NTB Memerlukan Dinas Kebudayaan Mandiri?

Saat ini, kebudayaan di NTB cenderung terabaikan. Tidak ada dinas khusus yang mengelola kebudayaan secara mandiri baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Sebagian besar urusan kebudayaan digabung dengan sektor lain, seperti pendidikan, pariwisata, atau olahraga.

Padahal, kebudayaan adalah elemen penting dalam mendukung pariwisata. Sebagai perbandingan, di Bali, simbol-simbol budaya terlihat jelas sejak wisatawan tiba di bandara atau pelabuhan. Arsitektur, musik, dan tradisi Bali menjadi daya tarik utama yang terus melekat di benak wisatawan.

Untuk mendukung NTB sebagai DSP dan meningkatkan daya saingnya, pembentukan Dinas Kebudayaan Mandiri menjadi kebutuhan mendesak. Dinas ini dapat memiliki struktur organisasi dengan empat bidang utama:

  1. Bidang Pelestarian Budaya
  2. Bidang Pengembangan Budaya
  3. Bidang Kreasi Budaya
  4. Bidang Sejarah dan Purbakala

Dengan struktur ini, dinas dapat mendesain berbagai atraksi budaya yang menarik wisatawan, sekaligus melestarikan nilai-nilai tradisional NTB.

Rekomendasi Strategis untuk Optimalisasi Pariwisata NTB

1. Revitalisasi Branding Wisata Halal

  • NTB harus kembali menghidupkan branding wisata halal sebagai identitas yang membedakan dari destinasi lain. Edukasi tentang konsep halal yang inklusif juga perlu diperkuat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

2. Pengembangan Atraksi Budaya

  • Pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan pelaku pariwisata untuk memperbanyak atraksi budaya yang dapat memperpanjang durasi kunjungan wisatawan.

3. Pembentukan Dinas Kebudayaan Mandiri

  • Dinas ini harus segera dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk memastikan kebudayaan mendapatkan perhatian yang setara dengan sektor lainnya.

4. Kolaborasi dengan Masyarakat Lokal
Pelibatan masyarakat dalam menyediakan akomodasi, kuliner, dan transportasi akan menciptakan dampak ekonomi yang lebih merata.

Kesimpulan

Sebagai Destinasi Super Prioritas, NTB memiliki peluang besar untuk mendunia. Namun, keberhasilan ini hanya dapat dicapai jika semua elemen, termasuk kebudayaan, dikelola dengan serius. Dengan membentuk Dinas Kebudayaan Mandiri, mengembangkan atraksi budaya, dan memperkuat branding wisata halal, NTB tidak hanya akan menjadi tujuan wisata kelas dunia, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Redaksi | PorosLombok

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERBARU

IKLAN
TERPOPULER