close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

30 C
Jakarta
Kamis, Februari 13, 2025

Pertarungan Patron-Klien, Perebutan Hasil Survei, dan Kenaifan Pilkada Lombok Timur

Lombok Timur, 1 Oktober 2024

(OPINI) Otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dalam era reformasi di Indonesia telah membuka jalan bagi proses demokratisasi yang lebih luas. Hal ini semakin diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dalam pilkada 2024. Namun, proses ini juga membuka peluang bagi munculnya “raja-raja kecil” dan tokoh lokal yang kuat, yang berperan sebagai patron-klien dalam dinamika politik daerah.

Lombok Timur menjadi salah satu daerah yang mengikuti pilkada serentak pada tahun 2024 ini. Demokrasi berjalan dengan dinamis, ditandai dengan kemunculan lima pasangan calon bupati dan wakil bupati yang berasal dari berbagai entitas: partai politik, birokrasi, dan organisasi massa (ormas). Ketiga entitas ini memiliki pengaruh signifikan dalam politik Lombok Timur selama dua dekade terakhir.

Dengan karakter masyarakat Lombok Timur yang sosial, religius, dan berpatron, entitas kultural seperti Nahdlatul Ulama (NU), NWDI, NW, Muhammadiyah, Maraqitta’limat, Salafi, Tarekat, dan lainnya, masih memegang kendali dalam kontestasi politik lima tahunan ini.

Pertarungan Patron-Klien

Dalam politik elektoral, entitas kultural ini melahirkan patron-klien yang menjadi panutan konstituen. Jika pada era 1940-2000 patron berasal dari kalangan tuan tanah dan pemilik lahan, maka sejak 2000-an, patron ini bergeser ke tokoh agama, intelektual, dan pemimpin organisasi taktis.

Pilkada 2024 di Lombok Timur menjadi ajang pertarungan patron-klien dari berbagai ormas tersebut. Di atas kertas, lima pasangan calon di Lombok Timur didukung oleh berbagai entitas ormas, tokoh agama, dan kaum intelektual. Kemenangan akhirnya akan ditentukan oleh patron-klien mana yang lebih dominan dan memiliki kekuatan.

Perebutan Hasil Survei

Hasil survei menjadi sangat penting bagi pasangan calon dalam pilkada, karena menjadi dasar kerja berbasis data. Namun, pekan ini muncul perbedaan mencolok antara hasil survei dari dua lembaga: satu lokal dan satu nasional.

Alih-alih membahas hasil survei itu sendiri, penting untuk mengamati bagaimana tren positif dan negatif dari survei berkala tersebut. Jika tim sukses “berebut” hasil survei, maka bisa dipastikan itu adalah bagian dari upaya pembentukan opini publik dan semu politik.

Kenaifan Pilkada Lombok Timur

Kenaifan politik Lombok Timur terlihat dari visi-misi pasangan calon yang megah secara tekstual, namun minim makna dan realisasi. Fakta bahwa terdapat tiga mantan wakil bupati, mantan anggota DPRD, dan mantan anggota DPRRI sebagai calon, menunjukkan bahwa jabatan sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk menerapkan ide dan gagasan yang dijanjikan.

Saat ini, mereka tampak kuat dengan visi-misi yang seharusnya telah dilaksanakan saat menjabat, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur. Namun kenyataannya, bukan rakyat yang sejahtera, melainkan tim sukses yang diperkaya, disertai nepotisme, kolusi, dan politik dinasti.

Apa yang sebenarnya ditawarkan kepada publik? Semua hanya janji manis tanpa realisasi. Mereka yang berjanji, mereka pula yang mengingkari, menjadi nestapa bagi mantan wakil bupati di Lombok Timur.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERBARU

IKLAN
TERPOPULER