Mataram, PorosLombok.com – Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Nusa Tenggara Barat (NTB) terus berupaya memberantas peredaran narkoba di daerah. Namun, upaya ini tidak mudah.
BNNP NTB mencatat ada 64 ribu pengguna narkoba di NTB, atau sekitar 1,73 persen dari total penduduk. Jika rehabilitasi hanya bisa menangani 1.000 orang per tahun, maka butuh 64 tahun untuk menyelesaikan masalah ini.
Koordinator Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) BNNP NTB, Nur Rachmat, mengatakan persoalan ini menjadi tantangan besar, terutama karena NTB belum memiliki lapas khusus narkoba.
BNNP NTB juga menandai tiga wilayah sebagai zona merah peredaran narkoba, yakni Kota Mataram, Lombok Tengah, dan Sumbawa. Selain itu, kawasan Tiga Gili (Trawangan, Meno, dan Air) juga masuk radar karena sering dijadikan tempat transaksi narkoba.
“Di NTB yang menjadi zona merah narkoba ada di Mataram, pintu masuk di Lombok Tengah, dan wilayah Moyo di Sumbawa,” ujarnya, Minggu (26/1).
Selain sulitnya membasmi peredaran narkoba, rehabilitasi pecandu juga menghadapi kendala. Banyak pengguna narkoba yang Drop Out (DO) dari rehabilitasi karena alasan jarak dan akses layanan yang sulit.
“Kita ingin mendekatkan layanan rehabilitasi, mungkin bisa di RSUD Tanjung atau Puskesmas Nipah,” tambahnya.
Ia menegaskan, perang melawan narkoba tidak hanya sebatas menangkap kurir dan bandar kecil. BNNP NTB berkomitmen untuk membongkar jaringan hingga ke bos besarnya.
“Kami tidak puas kalau hanya menangkap pengguna dan kurir. Jaringan ini harus diputus sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BNN Kota Mataram, Kombes Pol Yuanita Amelia Sari, mengatakan salah satu strategi yang kini digencarkan adalah meningkatkan interaksi dengan masyarakat.
BNNP NTB menggelar sosialisasi keliling kampung, senam pagi bersama Forkopimda, serta layanan kesehatan gratis bagi masyarakat.
“Kami ingin masyarakat ikut terlibat. Perang melawan narkoba ini harus dilakukan bersama-sama,” ujarnya.
Redaksi | PorosLombok