Nasional, PorosLombok.com – Pemerintah pusat resmi mengetatkan pengelolaan anggaran daerah. Lewat Surat Edaran Bersama (SEB) Nomor SE 900.1.3/6629.A/SJ dan SE-1/MK.07/2024 yang diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, daerah wajib mencadangkan sebagian Transfer ke Daerah (TKD) untuk infrastruktur, sementara Dana Desa difokuskan sepenuhnya untuk pengentasan kemiskinan.
Ini bukan sekadar imbauan. Arahan ini merupakan tindak lanjut dari perintah Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet 6 November 2024 yang meminta agar belanja negara, termasuk TKD, direviu ulang. Intinya, anggaran harus lebih efektif dan tepat sasaran. Tak ada lagi ruang bagi daerah untuk mengutak-atik dana seenaknya.
Kebijakan ini tentu bikin kepala daerah harus berpikir ulang dalam menyusun APBD 2025. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk pendidikan non-gaji, Dana Otonomi Khusus, serta Dana Tambahan Infrastruktur wajib ditelaah kembali. Bahkan, untuk Papua, anggaran harus disusun dengan melibatkan Badan Percepatan Pembangunan Papua.
Pemerintah juga menegaskan, Dana Desa yang selama ini digunakan untuk berbagai keperluan desa kini hanya boleh dipakai untuk program pengentasan kemiskinan. Pemerintah pusat tak mau melihat anggaran ini digunakan untuk proyek yang tak berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Tak hanya itu. Pemerintah daerah juga dilarang menandatangani kontrak pengadaan barang dan jasa yang sumber dananya dari TKD yang masih dicadangkan. Semua harus menunggu keputusan resmi dari Menteri Keuangan. Kalau ada yang nekat, siap-siap saja terkena sanksi. Dana bisa ditunda pencairannya, bahkan direalokasi ke sektor lain yang dianggap lebih prioritas.
Aturan ini jelas bikin kepala daerah tak bisa lagi santai. Tak bisa lagi hanya mengandalkan TKD, mereka harus mulai kreatif mencari sumber pendanaan lain, termasuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bagi daerah yang selama ini bergantung penuh pada TKD, kebijakan ini bisa jadi pukulan berat. Banyak program yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan jika tak sesuai dengan prioritas pusat. Tapi bagi pemerintah, ini adalah langkah tegas agar anggaran benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan sekadar proyek seremonial.
Pesannya jelas: kepala daerah yang tak siap beradaptasi bakal kelimpungan. Sebaliknya, yang mampu menyesuaikan diri akan lebih mudah bertahan di tengah aturan fiskal yang makin ketat. Tak ada lagi kompromi, semua harus sesuai arahan pusat.
Redaksi | PorosLombok